Banyak jalan menuju roma. Sepertinya ungkapan itu memang masih dan akan tetap berlaku. MotoGP yang langganan diisi pembalap Eropa, kini Indonesia pun "seharusnya" bisa ikut berpartsipasi. Bukan hanya jadi joki penghibur, tetapi juga berprestasi.
Hampir setiap minggu padat gelaran jadwal road race, hingga terjadi bentrok. Namun sayangnya, penjenjangan untuk pembalap road race masih abu-abu. Dan kalupun ada, cuma anget-anget bubur ayam. Seperti proyek milyaran GP Mono yang sempat mandek di tempat pada tahun 2010 karena mahalnya penyelenggaraannya dan sewa motor oleh peserta. Padahal pembalap muda kita sangat antusias mengikutinya. Jika membeli motor GPMono aja IMI eces, kenapa gak sekalian di subsidi aja pesertanya? Masih lebih baik jika IMI keluar uang untuk peserta yang siapa tahu di masa depan pembalapnya berprestasi ketimbang membiarkan motor-motor GP Mono tergeletak di gudang sentul yang kemudian akan berkarat.
"Terlalu konsen sama mobil, mau ke mana? Padahal budget banyak sekali, sementara talenta di motor banyak sekali dan Indonesia berpotensi ke MotoGP, tapi enggak bisa ke sana karena infrastruktur enggak ada. Bukan karena pembalapnya enggak bisa kencang," urai Matteo Guerinoni yang juga langganan jadi komentator MotoGP.
Okelah, lupakan sejenak IMI yang menganaktirikan balap motor. Salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah mengikuti Red Bull Rookies Cup. Disini para pembalap belia dituntut untuk melalui uji kelayakan sebelum masuk ke akademi. Peserta hanya datang dengan membawa peralatan safety gear seperti helm, wearpack, sarung tangan dan sepatu. urusan biaya hidup ditanggung sendiri. Sedikit berat memang, butuh dana yang tidak sedikit. Namun jika sudah lolos, bukan tidak mungkin berprestasi seperti Daniel Pedrosa, Hiroshi Aoyama, maupun Andrea Dovisioso. Bambang Gunardi, yang saat ini menjabat sebagai juri MotoGP membuat kompetisi menuju Red bull Rookies Cup berjudul FDR KYT Rookies Cup yang lombanya digelar bersamaan dengan Supersport Nasional. Inilah harapan terbaru joki-joki muda di Indonesia, untuk ke ajang internasional. Bambang mencari joki berumur 15-17 seperti regulasi Redbull Rookies Cup.
Tidak mudah memang mengikuti FDR KYT Rokies Cup, karena seluruh pembalap dicampur aduk mulai dari Indroprix, Motoprix, maupun Privater. Tapi disinilah seorang pemenang sejati karena mengalahkan lawan dari berbagai kelas.
Dan sekarang, mimpi Indonesia memiliki pembalap dunia kembali bergairah. Awal Oktober kemarin , 2 pembalap motor (Eko Prasetianto dan Emanuel Priyatna) mengikuti seleksi pada program Red Bull MotoGP Selection. “Program tersebut enggak ada biayanya dan tahun ini kita mengirim 2 pembalap berusia di bawah 15 tahun,” jelas Ari Batubara, ketua umum PP IMI.
Untuk persiapan seleksi yang diadakan di Sirkuit Aragon, Spanyol (10-12/10) itu, ke-2 pembalap minggu depan mulai menjalani latihan di Sirkuit Sentul, Bogor. “Pada proses seleksinya mereka akan menggunakan motor sport 2-tak KTM 125 cc. Nah agar terbiasa, saat latihan nanti mereka menggunakan Kawasaki Ninja 2-tak 150 cc,” jelas Dyan Dilato, kabid olahraga roda 2 (on track) PP IMI. Meskipun berbeda Horse Power, tapi setidaknya gaya balap yang diadopsi sama jika dibandingkan naik bebek.
Memang seharusnya begitu, Indonesia dengan penduduk 200 juta jiwa lebih pasti punya segudang pembalap bermental juara. Penjenjangan yang terarah akan lebih berhasil ketimbang langsung masuk ke ajang kompetisi. Seperti Doni Tata yang menjadi korban keegoisan pabrikan Yamaha yang langsung mengorbitkan Doni ke MotoGp kelas 250. Hasilnya? Doni menjadi joki penghibur. Aprilia yang ingin mengontrak Doni Tata mengurungkan niatnya karena teken kontrak Doni hingga 5 th.
0 comments:
Post a Comment